Senin, 16 Agustus 2010

Bisik Bisik Ke-merdeka-an


Ibu, mengapa banyak bendera
Untuk apa mimbar di lapangan sana
Ada yang ulang tahun?
Mana kue tarnya
Atau nasi tumpeng saja
Mungkin hanya air putih yah, Bu.....


Anakku, sebentar siang ada yang hajatan
Pesta besar
Dihadiri orang besar
Ssssssssstttttttttt....jangan ribut
Sebab disanalah resah akan terbelah
Janji akan tumpah
Rayuan kegelisahan terbungkam
Romansa melankolik diputar kembali


Hajatan apa, Bu??
Aku ingin ke sana
Melihat paman-paman yang berbaju bagus
Mencium aroma wangi, bukan minyak gosok milik bapak
Aku ingin minta dibelikan kembang gula
Mumpung mereka lagi ngumpul


Sudahlah, Anakku....
Tak perlu banyak berharap
Minta di kedai mbok Minah saja
Permen lima ratus perak lebih dari cukup untukmu
Biarkan paman-paman itu menyelesaikan ritualnya
Ayo kembali bekerja
Pungut botol-botol bekas itu
Agar ditukar dengan recehan
Buat sekaleng beras hari ini


Bulukumba, 07 Ramadhan 2010 (hari kemerdekaanku....kian lusuh Indonesiaku)

Jumat, 13 Agustus 2010

Segelas Teh Di Suatu Sore


Sebelum segelas teh kehilangan hangatnya
Mampirlah
Mari saling bicara
Tentang metafora hidup
Yang belum kau temukan

Duduklah
Nikmati sejenak indahnya sore
Yang ditudungi mega merah
Darinya kita berkaca
Tentang waktu yang senantiasa berganti
Kadang terang
Dan gelap pun ada

Senyumlah
Kalahkan mendung di matamu
Jangan biarkan titik-titik hujan jatuh
Saat gulungan ombak menjilat-jilat
Yang ada dirimu akan tenggelam
Dalam duka yang tak berujung

Teguklah segelas teh sebelum ia terlanjur mendingin
Rasakanlah hangatnya merasuk ke celah-celah jiwamu
Setelah itu barulah menata hati
Lalu tanyai akal
Hendak ke mana
Untuk apa
Dan kembalimu di mana

 Bulukumba, 03 Ramadhan 1431H (sore, menanti segelas teh segarkan kerongkongan)

Rabu, 11 Agustus 2010

Kidung Si Kecil

Pada malam sepi terbuai sunyi
Dan angin yang berhembus malu-malu
Suntinglah mimpi yang selama ini dingin
Agar harapan bukan hanya sekedar penghias tidur
Yang bertaburan di langit-langit hati saat terjaga
Lalu menggelembung
Menguap tanpa arti

Pada rembulan yang tersenyum sumringah
Ajaklah bintang berteduh di langit jiwa
Sinarilah setiap resah-resah dada
Yang melilit gerak menjadi sempit
Biar mayapada terjejaki sejauh mungkin
Dan hidup tak hanya sebatas menyuapi perut

Pada kidung-kidung alam
Pada melodi-melodi doa
Teduhkanlah rasa yang gundah
Serta ambisi yang selalu menggelora
Belajarkan ego sebijak penyair
Kala mendendangkan nyanyian-nyanyian qalbunya
Agar setiap detik tak berlalu sia-sia
Dan diri dapat menghamba dengan sempurna

Pada Yang tak terbatas
Diri ini milk-Mu

Bulukumba, 02 Ramadhan 1431H (pukul 02.40 WITA)

Berlayar Di Bulan-Mu