Sabtu, 13 November 2010

Getar Getir Rindu

Ingin kupulang
Mengenapi rinduku yang terbelah
Menciumi jemarimu
Meresapi getar-getar cinta
Yang mengalir di nadimu

Ingin ku kembali
Menghirup aroma kasih dihembusan nafasmu
Bermain kembang api mencandai malam
Menghitung bintang
Yang berbinar binar

Oohh..
Kepada siapa nian rindu ini kutitip
Jika pada angin
Ku takut badai menyapunya
Jika pada malam
Saat pagi rinduku memudar
Pada mimpi penghias lelapmu
Duh....
Tak ingin sekedar bunga-bunga malam
Gugur dan terhempas
Kala kau terjaga

Oohh....
Ku rindu senyummu
Pelapang jalanku
Ku rindu doamu
Penyinar gelapku
Hanya padamu ku rasai damai
Dan PadaMu
Getar
Getir
Rinduku
Kutitipkan

Bulukumba...13 November 2010...
"Tuhan terkadang memberikan kebahagiaan yang berbeda pada setiap manusia, dan aku ingin merebut sedikit kebahagiaan itu dari_Nya agar kubisa bersua dengan "matahariku" saat idul qurban tiba"

Kamis, 09 September 2010

Rindu Rindu Sendu







Tuhan....
Gema takbir itu memilin-milin rinduku
Rindu yang hanya mampu terkata dari bahasa manusiaku
Rindu yang terbata dari sadarku yang kaku
Rindu yang selalu kubagi kala coba menuju-Mu

Sepenggal lagi bulan-Mu berlalu
Dan aku terpaku serasa tak mendekat dengan-Mu
Terlalu asyik memainkan rindu
Yang ku semai dari bibit-bibit kebodohanku

Air mata tumpah
Menggenang tapi bukan untuk-Mu
Meski bibir ini mendesak mengucap ikhlasku
Sadarku
Kuyakin terlalu egios selalu mengikutkan nama-Mu

Tuhan....
Aku kecil di hadapan-Mu
Tak layak mengibah kasih-Mu
Beri aku sekali lagi cahayamu-Mu
Untukku melabuhkan perahu ini di telaga-Mu

Untukmu rindu rindu sendu
Akan kucoba memunguti titik-titik kasih-Mu
Yang Kau tebar di purnama rindu
Menjadi damai yang paling syahdu
Dan melodi yang paling merdu


Bukulumba, menjelang 1 syawal 1431 H.........."inspirasi terindahku dan motivasi terbesarku...maaf aku tak sempat menghabiskan hari fitri ini dengan kalian"  ridhoi aku dengan maafmu di setia perjalananku....

Puisi Tanpa Kata




Kata yang tersimpul dalam jiwa
Menyeruak riuh bantahkan dialog semesta
Berbagai cara coba melukis mayapada
Tak satu pun sketsa dapat merupa sempurna

Angan ini begitu jauh melintasi alam bawah sadar
Menari-nari bersama imajinasi paling liar
Birunya langit di depan mata
Menjelma bias-bias cahaya tak jelas
Berkelebat kelebat menghantui kembara ini

Mencoba bisiki jiwa
Perlahan menanyai rasa
Masihkah segumpal daging itu memerah?
Masihkah iya berair mata?
Tak eloklah hidup berselimut sangkaan
Ibarat puisi tanpa kata
Mati berselimut makna...

Senin, 16 Agustus 2010

Bisik Bisik Ke-merdeka-an


Ibu, mengapa banyak bendera
Untuk apa mimbar di lapangan sana
Ada yang ulang tahun?
Mana kue tarnya
Atau nasi tumpeng saja
Mungkin hanya air putih yah, Bu.....


Anakku, sebentar siang ada yang hajatan
Pesta besar
Dihadiri orang besar
Ssssssssstttttttttt....jangan ribut
Sebab disanalah resah akan terbelah
Janji akan tumpah
Rayuan kegelisahan terbungkam
Romansa melankolik diputar kembali


Hajatan apa, Bu??
Aku ingin ke sana
Melihat paman-paman yang berbaju bagus
Mencium aroma wangi, bukan minyak gosok milik bapak
Aku ingin minta dibelikan kembang gula
Mumpung mereka lagi ngumpul


Sudahlah, Anakku....
Tak perlu banyak berharap
Minta di kedai mbok Minah saja
Permen lima ratus perak lebih dari cukup untukmu
Biarkan paman-paman itu menyelesaikan ritualnya
Ayo kembali bekerja
Pungut botol-botol bekas itu
Agar ditukar dengan recehan
Buat sekaleng beras hari ini


Bulukumba, 07 Ramadhan 2010 (hari kemerdekaanku....kian lusuh Indonesiaku)

Jumat, 13 Agustus 2010

Segelas Teh Di Suatu Sore


Sebelum segelas teh kehilangan hangatnya
Mampirlah
Mari saling bicara
Tentang metafora hidup
Yang belum kau temukan

Duduklah
Nikmati sejenak indahnya sore
Yang ditudungi mega merah
Darinya kita berkaca
Tentang waktu yang senantiasa berganti
Kadang terang
Dan gelap pun ada

Senyumlah
Kalahkan mendung di matamu
Jangan biarkan titik-titik hujan jatuh
Saat gulungan ombak menjilat-jilat
Yang ada dirimu akan tenggelam
Dalam duka yang tak berujung

Teguklah segelas teh sebelum ia terlanjur mendingin
Rasakanlah hangatnya merasuk ke celah-celah jiwamu
Setelah itu barulah menata hati
Lalu tanyai akal
Hendak ke mana
Untuk apa
Dan kembalimu di mana

 Bulukumba, 03 Ramadhan 1431H (sore, menanti segelas teh segarkan kerongkongan)

Rabu, 11 Agustus 2010

Kidung Si Kecil

Pada malam sepi terbuai sunyi
Dan angin yang berhembus malu-malu
Suntinglah mimpi yang selama ini dingin
Agar harapan bukan hanya sekedar penghias tidur
Yang bertaburan di langit-langit hati saat terjaga
Lalu menggelembung
Menguap tanpa arti

Pada rembulan yang tersenyum sumringah
Ajaklah bintang berteduh di langit jiwa
Sinarilah setiap resah-resah dada
Yang melilit gerak menjadi sempit
Biar mayapada terjejaki sejauh mungkin
Dan hidup tak hanya sebatas menyuapi perut

Pada kidung-kidung alam
Pada melodi-melodi doa
Teduhkanlah rasa yang gundah
Serta ambisi yang selalu menggelora
Belajarkan ego sebijak penyair
Kala mendendangkan nyanyian-nyanyian qalbunya
Agar setiap detik tak berlalu sia-sia
Dan diri dapat menghamba dengan sempurna

Pada Yang tak terbatas
Diri ini milk-Mu

Bulukumba, 02 Ramadhan 1431H (pukul 02.40 WITA)

Berlayar Di Bulan-Mu

Kamis, 22 Juli 2010

Bersahabat Dengan Cinta (cerita lawas)

love is short
forgetting is long
and understanding is longer still


Cinta memang sulit untuk dipahami, anehnya mengapa bisa begitu banyak yang terinspirasi dari kata CINTA tanpa mau tahu apa defenisi CINTA. Namun semakin orang memenjarakan CINTA dalam sangkar defenisi, maka semakin pula bertambah kebingungannya tentang apa sebenarnya CINTA itu.

Terkadang kita merasa telah mencintai sesuatu dan berhasrat memilikinya. Padahal, lama-kelamaan waktu akhirnya menjelaskan bahwa itu sebenarnya bukan CINTA, melainkan hanyalah sebuah keserakahan nafsu manusia yang coba mengatasnamakan CINTA. Terkadang pula kita merasa sangat benci pada sesuatu itu, bahkan kita berusaha menjahuinya. Tetapi lambat laun ketika ia benar-benar pergi menjahui kita. Hadirlah rasa kehilangan, rindu dan berbagai hal yang membuat hati kita ingin sekali memanggilnya kembali, dan.... mereka menyebut itu CINTA.

Cinta itu aneh ya…..? tetapi dibalik keanehannya, terpendam berjuta keindahan bagi manusia yang benar-benar memposisikan CINTA sebagai sahabat hidupnya. Mungkin ada benarnya bahwa CINTA itu bukan untuk dimiliki. Dia hanya bertugas untuk menemani kita dan menjadikannya tempat berkeluh kesah, sebab istana yang paling CINTA sukai adalah hati. Dan inilah organ yang paling sensitif dan melankolik yang dimiliki manusia yang seringkali menantikan penyejuk yang bernama CINTA. Dan kesejukan itu tidak akan mungkin hadir jika CINTA, kita tempatkan pada kotak kaca dan berusaha kita miliki sendiri! Mengapa? Karena CINTA tak suka pada istana hati yang egois.

Coba saja engkau paksakan CINTA jadi milikmu sendiri! Pasti engkau akan merasakan sakit yang luaar biasa. Tak jarang loh! Sumpah serapah ditujukan pada CINTA, tetapi tak jarang pula banyak orang memuja CINTA, sekali lagi mengapa? Manusia marah pada CINTA karena mereka kecewa dan sakit hati sebab CINTA yang ia puja, juga ada pada manusia yang lain. Mereka enggan berbagi, padahal CINTA itu dapat hadir dan ditemukan kapan dan dimana saja. Wajarkan? Jika setiap manusia berhak bersahabat dengan CINTA, dan mereka memuja CINTA karena dengan berkenalan dengannya sebagian manusia belajar untuk hidup bersama. CINTA mengajarkan mereka makna ketulusan dan CINTA pulalah yang mengajak mereka untuk meleburkan ego individu menjadi ego semesta. Jika sudah begini CINTA akan tersenyum, karena dia berada pada istana hati manusia yang mengerti akan dirinya. Kerinduan serta kedamaian akan benar-benar terwujud karena CINTA berada diantara mereka. Sehingga prasangka, sekat-sekat hati dan kecemburuan akan terbang bersama angin keangkuhan. Cinta itu indahkan…? So… jadikanlah CINTA sebagai sahabat hatimu.

Mari sama-sama belajar!!!!!!!

Sayap-sayap Jiwa

Sayap-sayap putih
Melekatlah di tubuh ini
Terbangkan aku yang lelah dan lemah
Antar raga merapuh, hirup cakrawala
Puaskan jiwa bercanda dengan awan
Pertemukan aku dengan-Nya di atas sana
Biar bibir leluasa mengadu dan mengeluh
Dan tubuh dapat bermanja dipangkuan-Nya, andai bisa

Jemputlah aku di perempatan jalan
Sadarku terlalu lemah mencari arah
Hati meragu dirundung duka
Mataku gelap
Bimbing aku menuju-Nya
Ku pasrah
Dalam kerdilnya jiwa


Bulukumba, 23 Juli 2010
"dalam lelahku, hanya ini yang terpikirkan.....Maaf jika aku terlalu banyak mengeluh"

Belajar Dari Cerita Pohon (cerita lawas)

"Hati adalah rahasia keindahan manusia karena di dalamnya ada keberkahan, ada perhiasan dan ada ketenangan bagi jiwa. keberkahan tumbuh dari akhlak yang mulia. perhiasan muncul dari pemikiran yang cantik sedang ketenangan muncul dari kepercayaan dan keyakinan. Dan tidak ada kecantikan bagi jiwa manusia, kecuali akhlak, pemikiran, dan keutamaan kepercayaan." (Musthafa Shadiq Ar-Rafi'ie)

Pohon selalu punya dua cerita yaitu cerita daun dan cerita kulit
coba kamu perhatikan, daunan senantiasa melakonkan ritme kehidupan dimana setiap hari puluhan dari mereka akan gugur dan berganti tunas baru. Demikian halnya dengan cerita tentang kulit. Awal kehadirannya, dia begitu halus, lunak dan segar, tetapi lama-kelamaan usia mengantarkannya pada batas, dimana dia harus berhenti berkembang dan akhirnya mengelupas dari pohonnya. Jika daun dan kulit sudah masanya pergi! Maka apalagi yang tersisa dari cerita sebuah pohon, selain asap bekas bakarannya atau kenangan akan sebuah pohon yang memberikan buah yang manis bagi para musafir. Tetapi bisa juga menyisakan kekesalan bagi pemiliknya, karena ternyata pohon tersebut menyembunyikan banyak benalu. Meski sepintas, terlihat rindang dan hijau namun membinasakan pohon-pohon yang tumbuh disekitarnya. Dalam posisi yang demikian, cerita sebuah pohon akan menjadi kosong, padahal semestinya kepergiannya menyisakan romansa indah.

Lantas bagaimana dengan manusia? Cerita pohon ini dapat menjadi satu perumpamaan yang baik bagi manusia yang terlalu memuja keindahan fisiknya dan lupa pada keindahan rohaninya padahal keindahan fisik (empiris) itu gak kekal. Lihat saja wajah yang dulunya halus, mulus karena setiap hari dirawat dengan berbagai produk kosmetik, toh akhirnya tidak bisa lari dari "keriput" kecuali jika pemiliknya mati muda. Artinya bagaimana pun manusia berusaha lari dari kejaran waktu, usia pasti akan membawa kita pada sebuah kenyataan dimana kita akan mendapati sosok kita "tua, reot, renta, keriput, dll". Lalu bagaimana dengan keindahan non fisik (rasional)? Mampukah waktu merubahnya? Jawabanya pasti "iya" waktu juga akan merubahnya. Tetapi tidak akan sama dengan perubahan yang dialami oleh keindahan empiris. Waktu akan mengantarkan keindahan rasional pada sebuah kematangan diri! Salah satu buktinya, "kesabaran, kelembutan, kecerdasan, dan kualitas keimanan" yang merupakan manifestasi dari keindahan rasional. menurut kamu akan terkikis seiring perjalanan waktu? nggak kan! Malah waktulah yang membukakan ruang baginya untuk berproses dan berbenah diri menuju pribadi yang matang.

Salahkah manusia yang memiliki wujud keindahan empiris? Padahal itu juga merupakan anugerah dari Tuhan! Jawabannya pasti nggak juga! Tetapi meski itu juga adalah anugerah dari Tuhan, terkadang anugerah inilah yang menjauhkan manusia pada DIA sebagai sumber segala keindahan. Karena kesibukannya mengurus diri sendiri. Padahal keindahan empiris, sebenarnya adalah ujian dari-Nya sekaligus anugerah yang harus disambut dengan lafaz syukur yang terintegrasikan dalam perbuatan. Memiliki keindahan empiris bukanlah kesalahan dan alangkah baiknya jika keindahan ini dipadukan dengan keindahan rasional. Atau setidaknya kita belajar mencari jalan ke sana. Ingat ya... jika manusia mati, dia hanya meninggalkan "nama" serta kenangan yang menyertainya. Harum, tidaknya "nama" itu bergantung pada perilaku si pemilik nama, semasa hidupnya!!!!

Mari sama-sama belajar..........!!!!!!!!

Rabu, 07 Juli 2010

Kata Mati

Bernapas, terhirup kata
Berkata memilih kata
Mencari dalang pun dengan kata
Rindu yang kau kirimkan juga sebait kata
Derita yang terpendam adalah kata
Pun dendam berupa kata

Kata menampakkan wajah di mana-mana
Ibah yang tersembunyi di sorot mata bening adalah kata
Tangis di kolong-kolong jembatan isyarat kata
Kebenaran yang terucap butuh kata
Bahkan berbohong pun butuh kata

Kata melayang-layang, menyelimuti
Kata, senjata menyeramkan saban hari
Kata terlalu sesak ditimbuni janji
Di negeri menggigil ini
Kata telah mati....


Makassar, 1 Juli 2010
Terinspirasi pada Bang Arul, suatu ketika saat nongkrong di PK5 ("Aku semakin takut dengan kata-kata." Katanya)

Elegi Rumput Kecil

Mari merangkai butiran air mata
Menjadi kepingan logam tuk menebus sekaleng beras
Mari menampung tetesan keringat
Menjadi setitik bening pelepas dahaga si bungsu yang kehabisan susu
Mari menegakkan punggung lelahmu
Tuk menyanggah gubuk kardus yang digerogoti tikus
Mari menata rangka-rangka kurus
Tuk menggapai puncak mimpi yang diselimuti dingin
Mari senantiasa tertawa
Tuk menghidupkan hari yang setengah mati

Mari menatap awan berarak
Tuk melihat kesempurnaan ilahih yang dilukisnya
Mari menafakkuri malam
Tuk melepas semua lara yang menggurat wajah
Mari meraih bintang
Mari menjemput purnama
Sinarilah jalanmu denganya
Agar suatu hari
Engkau menoreh kisah abadi
Di dada mereka
Si pemotong rumput kecil

Makassar, 04 Juli 2010
terinspirasi dari "Daeng S" yang berdomisili dekat pondokanku.......setiap hari mengais sampah-sampah tuk dijadikan rupiah....

Kamis, 06 Mei 2010

Puisi Untuk Oemar Bakri

Aku yang terkesima memandangi sosok renta dengan rambut tersisir rapi
Mengajarkan angka-angka yang melilit
Membincang tentang moral yang terjepit
Membaca sajak-sajak kemanusiaan yang mulai terapit
Perlahan, kening tak lagi berkerut
Dan senyum itu, memberi hangat di beranda jiwa
Sederhanamu, memahat kehalusan sikap yang tak lagi kutemui

Sorot mata cerlang, membekas di sudut-sudut hati
Menempel pada papan tulis dan kapur putih yang mengukir barisan pengetahuan
Dan bangku-bangku kayu, sama sekali tak retak sebab kata yang kau adu
Mengirimkan sepoi ditandusnya pikiran
Dinding-dinding tripleks tetap putih, hitam enggan bertandang apalagi memudarkannya

Jika sekarang masih tetap ada
Sepeda ontel, membawa sosokmu ke sini
Akan kukabarkan:
"ruangan semakin rapi, lantai berubin putih, tak ada kapur dan papan tulis kayu."
Akan kubisikkan, "Jangan kaget!"
Sebab otak semakin kosong
Pendidik tak sehalus budimu
Kepintaran terpenjara di terali bilangan
Potensi terkubur dalam standar angka-angka
Hingga generasi bangsaku perlahan mati
Terpaksa kalah dan penanya patah

Makassar, 1 Mei 2010

Balada Buruh Harian

Apalah daya si kecil ini
Hanya memiliki otot, tidak otak
Memeras keringat sepanjang hari
Mengharap upah, agar perut bisa terisi

Aku hanyalah buruh kecil, di pabrik yang besar
Sekolahku tak cukup untuk memakai dasi
Nyaliku sebatas gesekan mesin-mesin
Anakku empat, kecil-kecil
Mereka butuh makan dan uang sekolah

Istriku mengandung delapan setengah bulan
Butuh biaya persalinan dan gizi cukup
Rumahku sempit, atapnya bocor-bocor
Itu pun sebentar lagi tergadai, sebab utangku mulai menumpuk

Kebutuhan hidup tambah menjepit
Dan tubuhku semakin ringkih
Anak-anakku harus makan dan sekolah!
Biar kelak
Nasib, tak kuwariskan
Padanya

Makassar, menjelang May Day, 30 April 2010

Kamis, 08 April 2010

Malam Yang Berair Mata









MALAM YANG BERAIR MATA


Kita….
Yang belajar tuk bertahan
Menepis kisah-kisah klasik saat menggelayut di manis bibirnya
Menikam bagai belati 
Menitikkan darah dan air mata di perjalanan ini
Kita….
Yang Rapuh ditelan peristiwa
Membelah malam dengan air mata
Mengenang tragedi matinya hati
Yang datang memadamkan mentari
Meski dekapmu erat membalut tubuh
Dan kecup itu kau lekatkan di kening
Bulir-bulir bening tetap mengalir
Deras membanjiri pembaringan kita
Kita….
Yang Menjadi gersang dalam hujan
Menggantung senyum ditangkai berduri
Mengasah Malam dengan air mata
Membawa hening semakin sunyi
Atau mungkin kita memang terlahir
Dengan air mata
Dan
Mati
Bersama air mata

Bulukumba, 08 April 2010

Rabu, 17 Maret 2010

PERJUANGAN IDENTITAS KAUM PEREMPUAN (Kilas Balik Hari Perempuan Sedunia)


Asal Usul Hari Perempuan
            Persamaan senasib dan sepenanggungan buruh perempuan yang terjadi di Amerika Serikat pada awal abad 17 telah melahirkan sebuah gerakan spektakuler. Pada 1908 berdirilah serikat buruh perempuan yang pertama bernama Women?s Trade Union Eague = WTUL. Sekitar 15.000 buruh perempuan kemudian berjalan mengelilingi kota New York, mereka menuntut, perbaikan, dan kenaikan upah. Pada 28 Februari 1909, pertama kali di Amerika di peringati sebagai hari perempuan nasional. Partai sosialisasi Amerika yang memperingati hari itu sebagai hari mogoknya buruh perempuan di New York 1908. Pada tahun 1910, kaum sosialisasi internasional mengadakan konferensi perempuan sedunia pertama di Copenhagen, Denmark.
            Clara Zetrin seorang aktifis terkemuka yang mengusulkan, kaum perempuan agar mempunyai satu hari untuk melancarkan tuntutan setiap tahunnya. Usulan ini mendapat dukungan dari 100 perempuan dari 17 negara yang mengikuti konferensi tersebut. Setahun kemudian hari perempuan internasional dirayakan pada tanggal 19 Maret di Austria, Denmark, Jerman, dan Swizzerland. Namun enam hari kemudian terjadilah Tragedi Triangle Factory Fire yang menewaskan 140 pekerja garmen perempuan. Kurangnya pengamanan di sinyalir sebagai penyebab Insiden ini.
            Tahun berikutnya (1913-1917) Hari Perempuan Internasional juga menjadi sebuah mekanisme untuk memprotes perang dunia di Eropa. Pada 8 Maret 1913 perempuan di seluruh Eropa melakukan demonstrasi damai, yang menandai hari perempuan sedunia. Di Rusia terbukti menjadi langkah awal revolusi Rusia yang memprotes Bred and Peace atau Roti & Perdamian. Oleh sebab itu pada tanggal 8 Maret dikenal sebagai Hari Perempuan Internasional dan perempuan diizinkan untuk memilih dalam pemilu. Hari perempuan sedunia merupakan perayaan sedunia, untuk memperingati keberhasilan perempuan dalam bidang politik, ekonomi, dan sosial. Hari perempuan juga untuk memperingati tragedi Triangle Factory Fire (New York 1911). Hari perempuan sedunia pertama kali diperingati pada tanggal 8 Maret 1975, dan sejak itu menjadi hari perempuan

Perjuangan Identitas  Kaum Perempuan
             Senada dengan hari perempuan sedunia yang jatuh pada tanggal 8 Maret 2010, maka penulis cenderung melihat adanya degradasi paradigma gerakan yang bias bagi perempuan Indonesia. Mereka cenderung kehilangan identitas dan akar kebudayaan lokal yang disebabkan pengadobsian budaya global dari dunia barat yang notabene adalah pelaku gerakan keperempuanan seperti Negara-negara di Eropa, Amerika, dan Rusia. Inilah yang coba dibahas oleh Jurgen Habermas dalam analisis mutakhirnya. Habermas berpendapat bahwa usaha-usaha manusia dalam membentuk identitasnya sangat dipengaruhi oleh ideologi (misal: agama). Habermas melihat, realitas dunia di luar (misal: Globalisasi) manusia memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan identitas dan hal ini banyak terjadi pada kaum perempuan.
            Habermas memformulasikan tri-party identity dalam melihat krisis global kapitalisme-neoliberalisme. Identitas pertama adalah “lokalisasi”. Dalam ruang identitas ini, manusia cenderung menyempit dan menjauh dari hiruk pikuk daya global. Manusia terjebak dalam identitas nasionalisme dan rasa ke-agama-an yang sempit dan cenderung menolak apa pun yang berasal dari luar. Meneguhkan identitas diri tanpa mau kompromi dengan dunia di luar dirinya. Habermas melihat contoh ini pada kasus Iran, 9/11, atau kasus kartun Muhammad. Identitas kedua adalah “globalisasi”. Dalam identitas ini manusia telah melakukan post-nationalitas bahkan post-etnisitas, dimana identitas agama, etnis atau kebangsaan tidak penting lagi. Manusia lebih memilih menjadi warga negara global. Identitas ini cenderung tercerabut dari identitas akar. Identitas ketiga adalah “glokalisasi”. Di sini manusia memilih untuk melakukan transaksi dan adopsi dan kadang penolakan dalam perjumpaan dengan dunia luar. Identitas yang ketiga ini adalah identitas yang mencoba meng-kompromi-kan realitas dasar dan luar dari dalam dirinya. Apa yang ada di dunia global di masukkan dalam dunia lokal. Dan sebaliknya, apa yang ada dalam realitas lokal dimasukkan dalam dunia global. Dalam identitas ini terjadi proses aktif dalam perjalanan dari horizon satu ke yang lainnya.
            Untuk konteks sekarang, Indonesia sebagai salah satu negara yang dihuni oleh banyak komunitas perempuan masih ragu-ragu memberikan kata “ia” bagi kaum perempuan untuk penegasan identitasnya. Penuturan Habermas mengenai identitas “lokalisasi” menjebak kaum perempuan Indonesia untuk tidak berpikir kreatif, kurang inovatif dan pasif. Budaya yang terbangun (budaya patriarki) membelenggu perempuan dalam kejenuhan di ruang domestik dan keterjebakan diruang publik. Jika perempuan Indonesia coba mengadopsi identitas “globalisasi”, maka globalisasi mencoba melakukan pengaburan batas ruang dan waktu antar bangsa, atau daerah tertentu. Sehingga apapun yang terjadi disebrang sana (barat) dalam hitungan detik dapat disaksikan juga di negara kita. Hal inilah yang terkadang membuat perempuan Indonesia terperangkap pada hal-hal yang tidak substansial seperti pengadopsian model pakaian, body dan perangkat-perangkat kosmetik selebriti terkenal, dan kurang tertarik pada tokoh-tokoh perempuan yang memiliki prestasi dalam dunia politik, ekonomi, dan pendidikan. Mereka lebih mengenal Britney Spears dibanding Bunda Teresa, perempuan yang memperjuangkan perdamaian dan kemanusiaan di Kalkutta, Gayatri Spivak, salah satu feminis dunia ketiga, atau Suciwati ( istri almarhum Munir ) sang revolusi bagi penegakan hak asasi manusia. Demikian halnya dengan aktualisasi identitas “glokalisasi” yang mengantarkan perempuan Indonesia dalam balutan budaya popular dan melupakan tradisi lokalnya yang menyimpan begitu banyak pesan moral bagi kaum perempuan.
            Hingga sekarang, tak ada jalan yang jelas bagi kaum perempuan untuk kembali mengenal ke-diri-annya. Budaya global terlanjur menjauhkannya dari identitas ketimuran , perempuan Indonesia dan budaya patriarki yang masih menguat dalam lokalitas masing-masing menutup ruang dialog bagi perempuan untuk menemukan solusi keterpurukannya. Pengadopsian budaya barat secara frontal mengaburkan batas-batas antara “boleh” atau “tidak”. Hal inilah yang seharusnya dikaji ulang sebagai ajang refleksi terhadap hari perempuan sedunia, agar perempuan Indonesia dapat memposisikan dirinya dalam transformasi sosial dan tidak hanya dikenal dengan komunitas seputar “Kamar, Kasur dan Kompor” atau plesetan sadis “perempuan dan perempukan”. 


The Queen Seon Deok; Antara Cinta dan Amanah Seorang Pemimpin

Masih segar diingatan kita tentang kisah seorang dokter perempuan pertama di Korea, Dae Jang Geum yang difilmkan dengan judul Jewel in the Palace karya Kim Young Hyun. Sekarang penulis handal korea ini bersama dengan Park Sang Yeon, menulis lagi film yang tetap mengangkat tema feminisme dan kental dengan sejarah Korea kuno berjudul The Queen Seon Deok. Karya ini mengisakhan tentang Queen Seondeok yang terlahir sebagai seorang putri dari dinasti Silla yang kemudian akan memerintah sebagai Ratu atau penguasa dinasti Shilla pada tahun 632 s.d 647 M. Dia adalah penguasa ke-27 dan Kaisar wanita pertama dinasti Silla. Shilla sendiri merupakan salah satu dari tiga kerajaan terbesar di Korea yang bermula dari kerajaan kecil di Konfederasi Samhan. Pada tahun 660 Masehi Silla bersekutu dengan Dinasti Tang berhasil menaklukkan kerajaan Baekje serta Goguryeo pada tahun 668.

Pada masa Tiga Kerajaan di Korea, Deokman (nama Ratu Seondeok saat kecil) lahir sebagai anak kembar, tapi dia dibuang saat masih bayi. Dia kemudian kembali ke Kerajaan Silla, dimana dia bergabung dengan saudari kembarnya Putri Chonmyong melawan Lady Mi-shil yang punya rencana jahat untuk melenyapkan ke dua putri dari Kerajaan Silla. Dalam pertempuran, Putri Chonmyong dibunuh oleh Lady Mi-Shil. Tapi Putri Deokman dengan bantuan Jenderal Kim Yoo Shin berhasil melenyapkan Lady Mi-Shil. Dia akhirnya menjadi Kaisar wanita pertama kerajaan Shilla. Sebelum dia meninggal karena sakit yang dideritanya, dia telah benar-benar melaksanakkan semua tugas yang diembannya sebagai seorang Raja. Meletakkan dasar penyatuan 3 kerajaan, memajukan kerajaannya di semua bidang, mulai dari pertanian, budaya, dan pertahanan. Mendidik rakyatnya dengan mendirikan menara pengamat bintang sehingga mereka mampu menjadikan tanda alam sebagai ilmu untuk menyejahterakan rakyat. Termasuk mengakhiri banyak pemberontakkan yang terjadi selama masa pemerintahannya dengan tegas dan tanpa pandang bulu menghukum orang-orang yang melakukan pemberontakan terhadap kerajaannya.

Sebagaimana karya sebelumnya, Kim Young Hyun, berusaha mencitrakan sosok kepemimpinan perempuan secara piawai. Namun menariknya film ini tidak terletak pada banyaknya perempuan hebat di kerajaan Shilla seperti Deokman, putri Chonmyong dan Mi-shil. Karena pada masa kejayaan kerajaan Shilla, di Korea memang berlaku garis keturunan matrilineal di samping patrilineal dalam sistem sosial kemasyarakatan. Yang menarik dalam film ini bagi penulis adalah kisah cinta segetiga antara Kim Yoo Shin, Deokman, dan Bidam serta usaha Deokman (Ratu Seondeok) sebagai pemimpin untuk menyatukan tiga kerajaan Korea (Goguryeo, Baekje dan Silla) atau Shilla bersatu sebagaimana cita-cita leluhurnya. Dalam kisah ini sang ratu harus mengorbankan cintanya dan kasih sayang orang-orang yang ada di sekitarnya, demi menjadi pemimpin untuk rakyat Shilla.

Diceritakan bahwa Yoo Shin(panglima kerajaan Shilla) menaruh hati pada Putri Deokman, sang bakal ratu Shilla. Tetapi demi tahta yang harus diperjuangkan Putri Deokman guna melawan Mi-shil sebagai pihak yang berusaha menggulingkan kekuasaan keturunan raja-raja Shilla. Kim Yoo Shin hanya mampu mencintainya dengan melakukan semuanya, memberikan segalanya untuk sang calon ratu tersebut. Yoo Shin pun benar-benar mencintai sang ratu dengan mengabdikan diri sepenuhnya dan memperlakukan Deokman, seseorang yang dicintainya, sebagai seorang yang harus dihormati dan dipatuhi karena mengemban tugas besar sebagai seorang pemimpin. Begitupun dengan Putri Deokman, dia pun harus melalui jalan yang telah dipilihnya untuk menjadi calon Raja dengan menerima kenyataan bahwa orang yang mencintainya harus berkorban untuk hal itu juga. Dan itu membuat Sang ratu merasa kesepian karena orang yang mencintainya tidak bisa mencintainya dengan sepenuhnya sebagaimana orang-orang pada umumnya. Selain Yoo Shin, Bi Dam (ketua departemen keamanan kerajaan Shilla) yang merupakan putra hasil hubungan Mi Shil dengan Raja Jinji yang terbuang, juga menaruh hati pada sang Ratu dan begitupun sebaliknya sang Ratu terhadap Bi Dam. Dari sinilah, usaha Putri Deokman untuk menjalankan tugas kepemimpinannya dan menjadikan Shilla bersatu terhambat oleh kemelut perasaannya.

Dilema cinta menjadi semakin kusut oleh pemberontakan yang dilakukan oleh Bi Dam yang merasa tidak dipercaya oleh sang ratu dan kesal pada Kim Yoo Shin karena hasutan orang-orang di sekitarnya. Dalam pemberontakannya, Di Dam terbunuh justru pada saat Sang Ratu telah benar-benar mencintainya dan berniat melepaskan tahtanya untuk menjalani kehidupan bersama Bi Dam. Namun begitu, dalam keadaan tertekan atas berbagai peristiwa yang menderanya dan kisah asmaranya yang patah, Ratu Seon Deok, berhasil meletakkan dasar penyatuan tiga kerajaan atas bantuan Kim Yoo Shin dan teman-temannya.

Dari kisah ini, tergambar dengan jelas kisah cinta Bi Dam yang cenderung ingin memiliki dan membunuh semua potensinya untuk memperoleh perhatian dari sang ratu meski harus menggunakan usaha-usaha yang licik layaknya seorang pejabat yang senantiasa mencari perhatian atasannya dan mengabaikan akal sehat serta kepentingan orang banyak. Selain itu, Bi Dam juga binasa karena kelicikan sebagian orang yang memanfaatkan posisinya untuk meraih kekuasaan. Tokoh Kim Yoo Shin yang berhasil mengolah rasa cintanya menjadi lebih kreatif dan heroik sehingga tak memiliki alasan apapun untuk menuangkan rasa cintanya selain membela kepentingan negaranya. Yoo Shin menarasikan kehidupan seorang pembesar kerajaan yang peka terhadap kondisi negara dan jujur dalam bertindak. Hidup bisa sedemikian bahagia dalam keterbatasan jika dimaknai dengan keikhlasan berkorban untuk sesama. Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya. Demikianlah pesan yang dapat diambil dalam film ini.

Dari kisah tersebut, mata terbuka lebar tentang bagaimanapun hebatnya seorang pemimpin, jika tidak mampu mengolah rasanya dan mencampur adukkan kepentingan negara dan pribadi. Jalannya tidak mudah dan akan mendapat banyak kritikan dari rakyat sebagaimana pemerintahan Indonesia saat ini, yang cenderung mencampur adukkan segala kepentingan untuk kepuasan pribadi dan kelompok. Beruntung, Ratu Seondeok yang diperankan oleh Lee Yo Won, mampu menyelesaikan masalahnya dengan baik dan merangkul segala masukan dari rakyatnya meskipun ia harus mengorbankan cinta pribadi demi kecintaan pada rakyatnya. Karena itu, dia sangat dicintai dan sangat dipercaya pula oleh rakyatnya. Semoga pemimpin kita saat ini pun demikian. Mampu menemukan kembali kepercayaan dari rakyatnya dan tidak terjebak antara romantisme cinta, serta kejayaan masa lalu dalam menjalankan amanah kepemimpinannya.

Para Pencari Cinta (naskah drama mini)


Epilog

            Suatu senja di Anjungan Losari, puluhan muda-mudi berkumpul melepas penat dan menjauh dari kebisingan kota. Sebagian bercakap-cakap berkelompok dan sebagian lagi asyik menikmati senja dengan pasangan masing-masing. Menikmati matahari terbenam kala senja mulai menjemput malam juga menjadi aktivitas rutin bagi Alvin dan Melati. Bagi mereka Ajungan Losari merupakan potret kota Makassar yang dipenuhi kesibukan dan kerumitan masyarakat kota. Hal ini mengakibatkan munculnya sikap individualistik dan terabaikannya masyarakat pinggiran yang mengadu nasib di sepanjang Anjungan Losari. Tidak ada satu pun yang perduli dengan intrik dan derita yang terjadi pada kehidupan mereka. Sementara mereka harus memilih mencari Cinta yang tersembunyi pada bangunan-bangunan beton, sementara itu pula masyarakat ekonomi dan penguasa asyik memperkaya diri. Inilah yang menjadi sumber inspirasi bagi Alvin yang berprofesi sebagai penyair untuk menulis sebuah puisi. Namun kegemaran Alvin ini kurang diminati oleh kekasihnya Melati karena dia merasa kurang diperhatikan. Sehingga menghadirkan problema antara Alvin dan Melati sekaligus menguak latar belakang siapa sebenarnya Melati.

Kisah ini diperankan oleh Enam tokoh yaitu:

  1. Syahril Alvin              sebagai  Alvin
  2. Zulfatmi                     sebagai  Melati
  3. Muchniar                   sebagai  Pengemis
  4. Siti Fatimah               sebagai  Ayu
  5. Jumriani                     sebagai  Ratih
  6. Jusnaedah                  sebagai  Ana

Alur Ceritanya : Maju-mundur
Dialog teks

Alvin dan Melati duduk berdampingan pada sebuah bangku panjang tanpa ada percakapan. Alvin sibuk menulis pada selembar kertas dan Melati mempermainkan ponselnya.

Ana                 : (Melintas menawarkan minuman botol ke Melati)
   ”Minumnya, Mbak?” dan Melati menolak.
                          (Ana menawarkan lagi ke Alvin dan Alvin pun menolak)
Melati             : ”Sampai kapan aku harus duduk di sini, mematung memperhatikan kamu    
    yang sibuk sendiri dengan kertas itu?”
Alvin               : ”Sabar, Mel!"
Melati             : ”Aku punya batas kesabaran, Al. Hampir setiap kali kita ke sini,  kamu  hanya sibuk dengan kertas dan penamu. Kapan kau sisakan waktu untukku? Seberapa pentingnya puisi-puisi itu , Al?” (nada marah)
 ”coba kamu perhatikan di sudut sana (sambil menunjuk ke sudut ruangan) mereka pasangan romantiskan?”
Alvin               : (Melipat kertasnya lalu menatap Melati)
                          ”Romantis itu tidak bisa diukur hanya dengan rangkulan dan pegangan tangan, Mel. Bisa saja hari ini mereka terlihat romantis tetapi entah esok apakah itu masih tetap seperti sekarang.” (sambil tersenyum)
                          ”Mel, kitakan sudah lama pacaran. Apalagi kita berdua telah komitmen ke jenjang selanjutnya. Seharusnya kamu bersikap dewasa dengan hubungan kita.”
Melati             : ”Maaf, aku tidak bisa!”
Alvin               : ”Maksud kamu?”
Melati             : ”Aku tidak bisa menjalani hubungan ini lebih serius. Aku ragu?!”
Alvin               : ”Mengapa? Padahal kemarin....”
Melati             : (Memotong pembicaraan Alvin)
                          ”Iya, kemarin aku memang setuju dengan rencana itu karena aku mengira kamu bisa berubah dan lebih memperhatikan aku. Tetapi ternyata aku salah!! Puisi-puisi konyol itu lebih penting daripada aku!” (nada marah)
Alvin               : ”Aku sama sekali tidak pernah berpikir membandingkan kamu dengan puisi ini. Tolong Mel, aku mohon sedikit kebijaksanaanmu. Aku mencintaimu dan aku akan terus berpuisi untuk menyuarakan kehidupan mereka.” (menunjuk sekeliling tempat pentas)
Melati             : ”Apa yang bisa kamu berikan kepadaku dari puisi-puisi itu?” (tertawa mencibir), ”Puisi itu hanya sederetan kata, tak bisa digunakan untuk membeli beras. Apalagi untuk menghidupi keluarga!”
Alvin               : ”Dengan puisi ini aku akan memberimu cinta. Maaf jika kamu ragu! Aku akan tetap optimis dengan kehidupan yang kujalani sekarang. Beri aku kesempatan, Mel untuk membuktikannya.”
Ratih               : (Melintas pengamen di depan Alvin dan Melati. Tanpa diminta dia menyanyikan sebait lagu)
                          ”Permisi....” (Ratih memainkan alat musik dari tutup botol . Lagunya terhenti saat Alvin memberinya recehan. Ratih berlalu dan mengamen di tempat lain)

Sejenak suasana hening

Melati             : ”Aku bingung, aku bosan hidup susah, aku lelah dengan kehidupanku sekarang, aku....” (kata-kata Melati terpotong dengan kehadiran seorang pengemis tua)
Pengemis        : ”Nak, aku mohon belas kasihnya. Berilah aku sedikit uang. Ibu lapar, Nak!” (nada mengibah)
Melati             : ”Kami tidak punya uang!” (sambil menoleh ke arah pengemis)
                          (Melati dan pengemis sama-sama tersentak)
Pengemis        : ”Me... Me... Melati.” (nadanya terbata-bata sambil menunjuk ke arah Melati)
Alvin               : ”Kamu kenal dia?” (bingung)
Melati             : ”Aku tidak kenal dia.”
Pengemis        : ”Melati, kamu ini kanapa, Nak?”
Melati             : (Mendorong pengemis) ”Pergi sana!! Kalau mau mengemis, cari tempat lain. Jangan di sini mengganggu orang.”
Pengemis        : (Terjatuh), ”Aduuuh!!!”

Dari dua sudut yang berbeda, Ana, Ayu, dan Ratih berlari ke arah Si pengemis dan membantunya berdiri.

Ayu                 : ”Tega yah kamu dengan ibu yang telah melahirkan kamu? Atau begini balasan kamu kepada ibu yang dengan susah payah membesarkan kita?”
Melati             : ”Mbak tidak usah ikut campur! Dia sendiri kok yang salah, datang tidak lihat-lihat waktu.”
Alvin               : ”Tunggu... tunggu. Mbak ini siapa? Siapa ibu ini?” (masih kebingungan)
Pengemis        : ”Ayu, sudahlah. Ibu tidak apa-apa!”
Ayu                 : ”Tidak, Bu. Dia sudah keterlaluan! Dengar baik-baik, aku kakaknya Melati dan dia (sambil menunjuk ke arah pengemis) ibu kami!”
Melati             : (Memandang Alvin dan Ayu bergantian)
                          ”Kalian puas? Aku memang anak seorang pengemis. Aku lahir dan besar di jalanan. Tetapi aku tidak pernah meminta lahir dengan nasib seperti ini. Seandainya aku bisa memilih, aku menyesal lahir dari rahim seorang pengemis yang tak pernah bisa memberikan kebahagiaan untukku.”

Pengemis menangis dan Ayu terdiam

Ratih               : ”Astaqfirullah.... istiqfar, Mel!”
Pengemis        : ”Mel, ibu tidak menyangka kamu tega mengucapkan kata-kata itu.” (Pengemis pinsan)
Ana                 : ”Bu... Bangun, Bu!” (mencari minyak angin dalam tas usangnya dan menolong pengemis)
Ayu                 : (Berlari ke arah pengemis dan membantu Ana memberikan perawatan)
Alvin               : ”Mel, dia ibumu. Bagaimanapun keadaan dan latar belakang kamu, aku tetap mencintaimu. Minta maaflah ke ibumu, karena dengan cintanya jalan kita akan mendapat ridho Tuhan.”

Melati menunduk dan terdiam. Alvin menemani Melati menemui ibunya yang telah siuman.
Melati             : (Dengan agak ragu dan malu-malu mencium tangan ibunya dan mereka saling berangkulan). Sementara Alvin, Ayu, dan Ratih tersenyum.
Ana                 : ”Ternyata memang benar yah, setiap orang butuh perhatian, setiap orang butuh kasih sayang, setiap orang merindukan cinta. Kita semua adalah para pencari Cinta dan beruntunglah mereka yang tetap bijak memelihara cinta. Marilah merindui dengan sederhana dan mencintai dengan sempurna.”
Ratih dan Ayu : ”Puitis juga kamu.” (sambil tertawa)        
( Ratih, Ayu, Pengemis, Ana, Melati kembali kepada aktivitasnya masing-masing dan Alvin langsung membacakan puisi)

Pencari Cinta

Sepotong cinta menjerit-jerit
Pada kebekuan malam yang kelam
Menyelinap di balik ketebalan kabut
Berjalan sendiri sambil menangis

Senja tadi dia terusir
Dari sepenggal hati yang kaku
Terlantar tanpa daya
Tercerabut dari cahayanya

Dia telah mati
Saat cinta itu pergi
Dalam raganya berkobar bara
Tak kunjung padam tanpa cinta

Astagfirullah.... Astagfirullah... Astagfirullah....
Cinta jangan jauh
Cinta takkan kau mati
Cinta hadirkan lentera
Aku kini mencarimu

Bulukumba, 20 Januari 2010 (dibuat untuk mata kuliah "Kajian dan Apresiasi Drama")

Rabu, 03 Maret 2010

Lelaki Tua Menjemput senja

Dia, lelaki tua bertubuh lunglai….
Berteman gerobak,menyisir senja dengan sejuta asa
Memungut remah-remah rezeki yang bertebaran di sepanjang jalan

Dia, rangka usang yang berusaha tegak
Menahan beban berat yang menimpa kala matahari memanggil malam
Menanti kebaikan hati Tuan, menikmati apa yang digadainya

Dia, sekilas raut berupa duka
Tersembunyi pada tulang-tulang yang terjepit kulit
Sejumput harap bersemi di hatinya, “akankah daganganku selaris kemarin?”


Bulukumba, 3 Maret 2010

(Buat: Si pabak tua yang setiap sore mendorong gerobak kacangnya dengan tertatih-tatih dan markir di depan masjid saat waktu shalat maqrib tiba...aku haru, aku salut, dan aku tak tahu harus membahasakan takjubku padanya. seandainya kalian semua melihat, mungkin apa yg kurasa sama seperti apa yg kalian rasa. Kenapa harus sedia ini, dia berjalan memungut rezeki....TUHAN!!!!!)

Rabu, 10 Februari 2010

Mencari Fortuna Di Ujung Kubah

Memekik takbir membelah kubah
Memecah keriuhan senja yang baru saja dicumbui mega merah
Para pelancong spiritual berkejaran
Bersimpuh di atas ubin putih
Meretas jalan Tuhan, dalam sebungkus ambisi
Jeritan pada batin, memanggil gerimis menjelma hujan
Tangisan tumpah, memantul di mimbar wicara

Waktu enggan kembali
Fortuna pun menanti titah-Nya
Air mata menjalin bola kaca
Menggelinding, menghampiri pemulung kecil
Mendendangkan shalawat dalam gemerincing plastik bekas
Esok mencoba berdamai dengan rinai
Saat memutari pagar surau yang semakin menukik

Pelancong Tuhan menanti azimat
Sebagai imbalan bersujud dalam sabda-Nya
Tuhan menjadi saksi matinya hati
Sebab engkau tak perduli sesama
Bangkai saudara pun kau telan
Haknya tak kau beri
Kejar simpati kau poles ikhlas
Sebab cibir berwajah kembang gula
Keangkuh kau dewakan
Dia kau atas namakan
Di rumah-Nya kau berdagang topeng


Bulukumba, 10 Februari 2010 (Assalamu a’laikum, Islam Jangan Dijual; terinspirasi dari salah satu bukunya mas Eko Prasetyo)

Selasa, 09 Februari 2010

Gerimis Saat Kelam

Mendung, menggelayut di mata yang cerlang
Gelap menutupi celah-celah sinarnya
Gerimis sengaja kau dudukkan di kornea itu
Menjalin kisah air mata yang bisu

Dalam diam, nokta terukir di wajah meranum
Menampung titik-titik gelisah
Menjadi secawan ketakutan yang menikam
Membunuh sapaan cinta yang menjadi terlarang

Satu nyawa berlindung di rumah suci
Satu kata mesti tertucap tuk menjawab tanya
Satu laku, menjemput tanggung jawab
Dari peristiwa sesaat saat malam kelam
Menanti restu di ujung kegalauan

Bulukumba, 9 Februari 2010 (meretas kepedihan seorang gadis di suatu senja)

Senin, 08 Februari 2010

Seharusnya

Seharusnya
Tak terukir keresahan itu di pundakmu
Agar ia setegar karang
Membendung benturan-benturan peristiwa
Yang menghujam dari celah waktu

Seharusnya....
Tak terkisah lara itu di matamu
Agar setitik kristal tak retak
Menumpahkan oase bening
Yang menenggelamkan matahari

Seharusnya....
Kelam yang membuat langit mendung
Tersapu senyum putih
Dari barisan episode yang pernah terjalin

Seharusnya....
Kita belajar diam
Memaknai ketaksaan takdir
Yang membelah harapan
Tersenyumlah pada cerca
Kala menghujani bilik cinta
Impian seharusnya mekar
Menciutkan malam yang bertaring dingin

Seharusnya....
Jiwa bersandar dalam munajat
Yang mendenting di sepertiga malam
Menyusun air mata pada melodi suka
Menari bergandengan
Mencapai paradise yang seharusnya

Makassar, 23 Januari 2010 (buat matahari yang perlahan tenggelam)

Kamis, 07 Januari 2010

Mengelitik Sadar Cinta



Menggelitik sadar cinta
Kutemukan ia tertidur dalam hati
Mengigau tak tentu arah
Sesekali menggaruk kepala

Menggelitik sadar cinta
Kudapati ia tertawa di beranda qalbu
Berkisah tentang dirinya
Sambil menyeruput secangkir teh

Menggelitik sadar cinta
Ia beku di jantung kengkuhan
Tak sedikitpun bergeming
Meski tuk mengembangkan sebuah senyum

Menggelitik sadar cinta
Ia menggigil dalam batin
Menangis ketakutan
Pada ancaman kematian

Menggelitik sadar cinta
Aku ikut geli
Aku ikut ngigau
Aku tertawa
Aku menggigil
Aku mati

Bulukumba, 07 Januari 2010